Waspada.co.id – Perkembangan media massa dari zaman ke zaman terus mengalami perubahan. Kemunculan media massa pertama kali pada tahun 1455 oleh Johannes Gutenberg di Eropa, memanfaatkan daun atau tanah liat sebagai mediumnya. Ada berbagai macam bentuk media massa yang terbit setelah itu, mulai dari surat kabar, majalah, radio, televisi, telegram, telefon dan digital.
Revolusi digital sendiri dimulai sejak tahun 1980 dan berlanjut hingga saat ini. Kemuculan era digitalisasi mengubah cara pandang masyarakat di era 4.0 terhadap kebutuhan sebuah informasi.
Jika dahulu ada media konvensional seperti media cetak, kini pemburu informasi bisa mendapatkan keinginan mereka melalui media radio (audio) dan televisi (audio visual), media online (media daring/media lainnya) dan media sosial.

Fokus pembahasan kita adalah media digital, khususnya media sosial. Banyak para start up bermunculan dan memanfaatkan platform ini sebagai wadah mereka mempromosikan hasil karya yang bisa mendatangkan profit.
Sebagaimana yang telah dilakukan Rizky Prayuda (22 th), Owner dari Dhanusa Project. Anak muda yang masih mengenyam bangku perkuliahan di STMIK Potensi Utama Medan ini berhasil memadupadankan kayu, paku dan benang menjadi suatu karya unik dan bernilai ekonomi.
Karya seni yang ia tampilkan itu diberi nama string art. Ketertarikan Rizky ini berawal dari tugas kuliah, kemudian ia kembangkan dengan pengetahuan yang ia dapat. Sementara proses penggerjaannya, Rizky membentuk pola terlebih dahulu dengan paku yang lebih dahulu dilekatkan ke kayu. Setelah itu, barulah benang-benang disusun mengikuti pola yang sudah ada.
Rizky menyebut, media sosial sangat berperan penting sebagai medium promosi hasil kerajinan tangannya. Dahulu, setiap kerajinan string art selesai ia mempromosikannya lewat orang per orang. Namun kini, sudah bisa memanfaatkan facebook, instagram, youtube dan lainnya.
“Bahkan ke marketplace seperti Shopee pun kita bisa pasarkan hasil kerajinan string art kita. Kalau dulu hanya dari mulut ke mulut, kini masyarakat luas bisa melihat bahkan memesan produk yang kita hasilkan melalui media sosial yang kita punya,” ungkapnya ketika ditemui Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Darma Agung di tempat usahanya di Jalan Pasar Gambir VIII, Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deliserdang, Rabu (15/2).

Baru-baru ini Dhanusa Project mengirimkan pesanan konsumen yang berada di Lampung dan Surabaya. Kedua konsumen ini mengetahui hasil karyanya melalui platform media sosial yang ia punya.
“Kalau masih menggunakan cara-cara konvensional atau dari mulut ke mulut, jumlah penjualan string art hanya sedikit, satu atau dua lah dalam sebulan. Dengan memanfaatkan facebook, instagram, youtube dan shopee, kita bisa mengerjakan orderan itu sampai 10 macam. Karena orderan yang dikerjakan itu mulai dari harga paling murah Rp50.000 sampai Rp1.000.000 tergantung dari ukuran dan tingkat kerumitannya, sesuai keinginan costomer,” jelasnya.
Seiring berkembangnya usaha dampak dari memanfaatkan media sosial sebagai wadah promosi, Rizky sudah mampu menyerap tenaga kerja sebanyak empat orang. Satu orang ditempatkan pada bagian promosi, dua orang bagian produksi dan satu orang lagi khusus pembukuan.
“Jangka panjangnya, kita mau coba menembus pasar internasional. Karena yang dihasilkan di Dhanusa Project bukan hanya string art, tetapi ada gelang mekrin, merkrin untuk hiasan dinding dan tas rajutan,” urainya.
*Peliput adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Megister Ilmu Komunikasi Universitas Darma Agung
– Muhammad Rizki, NPM : 21.012.121.015
– Elma Erika Ginting, NPM : 21.012.121.020
– Evi Oktavia Mandiri Banurea, NPM : 21.012.121.043
Discussion about this post