Oleh: Henry Rulinson Purba
Waspada.co.id – Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-5/PB/2022 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga menyatakan bahwa Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran [IKPA] merupakan indikator yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) untuk mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga dari sisi kualitas implementasi perencanaan anggaran, kualitas pelaksanaan anggaran, dan kualitas hasil pelaksanaan anggaran.
Terdapat 3 (tiga) aspek yang menjadi pengukuran indikator kinerja pelaksanaan anggaran, yaitu :
1. Kualitas perencanaan anggaran (bobot 20%),
2. Kualitas pelaksanaan anggaran (bobot 55%),
3. Kualitas hasil pelaksanaan anggaran (bobot 25%).
Selanjutnya dalam peraturan dimaksud menjelaskan bahwa pengukuran aspek perencanaan anggaran merupakan penilaian terhadap kesesuaian antara pelaksanaan anggaran dengan yang direncanakan dan ditetapkan dalam DIPA. Untuk aspek kualitas perencanaan anggaran ini meliputi 2 (dua) indikator, yaitu Revisi DIPA (bobot 10%) dan Deviasi Halaman III DIPA (bobot 10%).
Untuk aspek ke-2, kualitas pelaksanaan anggaran, merupakan penilaian terhadap kemampuan satuan kerja dalam merealisasikan anggaran yang telah ditetapkan dalam DIPA. Terdapat 5 (lima) indikator pada aspek ini, yaitu: penyerapan anggaran (bobot 20%), belanja kontraktual (bobot 10%), penyelesaian tagihan (bobot 10%), pengelolaan uang persediaan dan tambahan uang persediaan (bobot 10%), dan dispensasi surat perintah membayar (bobot 5%).
Aspek ke-3, kualitas hasil pelaksanaan anggaran merupakan penilaian terhadap kemampuan satuan kerja dalam pencapaian output sebagaimana ditetapkan dalam DIPA. Untuk aspek ini hanya ada 1 (satu) indikator yaitu capaian output (bobot 25%).
Indikator kinerja penyerapan anggaran dihitung berdasarkan rata-rata nilai kinerja penyerapan anggaran pada setiap triwulan. Nilai kinerja penyerapan anggaran setiap triwulan dihitung berdasarkan rasio antara tingkat penyerapan anggaran terhadap target penyerapan keseluruhan anggaran pada DIPA setiap triwulan. Target penyerapan keseluruhan anggaran pada DIPA setiap triwulan dihitung berdasarkan target penyerapan anggaran menurut jenis belanja, dengan ketentuan:
Perhitungan indikator kinerja penyerapan anggaran (realisasi) ini memiliki hubungan dengan indikator deviasi halaman III DIPA pada aspek kualitas perencanaan anggaran. Penyerapan anggaran (realisasi) yang sama besarnya dengan tagihan setiap bulannya mengakibatkan indikator penyerapan anggaran per triwulan akan optimal. Sebaliknya apabila penyerapan anggaran (diasumsikan sesuai dengan Halaman III DIPA) ternyata lebih kecil dan atau lebih besar daripada tagihan yang dibayarkan berakibat indikator penyerapan anggaran per triwulan akan tidak optimal [lebih kecil dari 100%].
Sebagai ilustrasi :
Satuan kerja ABC pada tahun anggaran 2022 memiliki pagu DIPA sebesar rp1.930.000.000,- untuk Belanja Pegawai (51), Belanja Barang (52), dan Belanja Modal (53) dengan rincian rencana penarikan dana pada halaman III DIPA dan realisasi setiap bulan secara keseluruhan sebagai berikut :
Dari ilustrasi diatas diketahui bahwa untuk mencapai nilai kinerja yang optimal setiap bulan (100) maka deviasi antara halaman III DIPA dengan realisasi tidak boleh lebih dari 5%. Setiap bulan tagihan yang akan dibayarkan harus sesuai dengan rencana penarikan dana yang sudah ditetapkan pada halaman III DIPA.
Bila dibandingakan dengan tahun anggaran 2021, indikator kinerja penyerapan anggaran mengalami perubahan yang cukup signifikan. Pertama, terkait target penyerapan anggaran. Pada tahun 2021, pola penyerapan anggaran setiap triwulan adalah sebagai berikut:
Triwulan I [Januari s.d. Maret] : 15 %
Triwulan II [April s.d. Juni] : 40 %
Triwulan III [Juli s.d. Agustus] : 60 %
Triwulan IV [September s.d. Desember] : 95 %
Pola penyerapan tersebut tidak memperhatikan anggaran menurut jenis belanja [51, 52, 53 atau 57]. Perubahan kedua berhubungan dengan bobot dari indikator kinerja penyerapan anggaran. Tahun anggaran 2021 menurut Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-4/PB/2021 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga bobot nilai yang diberikan untuk indikator penyerapan anggaran sebesar 15%.
Pada beberapa satuan kerja atau bahkan hampir seluruhnya, indikator kinerja penyerapan anggaran setiap tahun masih selalu pada pola yang sama, yaitu menumpuk pada triwulan terakhir [Oktober s.d. Desember]. Perubahan pola penyerapan anggaran dari 15 %: 40 %: 60 % 95 % pada triwulan I, II, III, dan IV menjadi pola kombinasi penyerapan berdasarkan jenis belanja 51 : 52 : 53 : 57 dan periode triwulanan tidak membawa pengaruh yang signifikan.
Memperhatikan kondisi tersebut, ada beberapa faktor yang menyebabkan belum optimalnya indikator kinerja penyerapan anggaran pada satuan kerja, yaitu:
1. Pimpinan satuan kerja yang belum optimal (kurang peduli) terkait indikator pelaksanaan anggran. Pola piker (mind set) para Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam mengelola anggaran yang ada dalam DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaan) pada satuan kerja belum berubah. Para KPA masih berpikir yang terpenting alokasi anggaran yang ada pada satuan kerja dapat terserap 100%, dan tidak harus memperhatikan besaran % penyerapan setiap bulan, triwulan, dan berdasarkan jenis belanja.
2. Petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan sebagai dasar satuan kerja untuk bekerja terlambat dan atau bahkan belum ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran. Hal ini mengakibatkan realisasi belanja yang sifatnya non mandatory (tidak wajib) mengalami perlambatan, seperti penyerapan anggaran untuk belanja modal (53). Belum lagi jika petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan Kementerian negara/Lembaga tersebut tidak sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi satuan kerja pelaksana kegiatan.
3. Ketidak sesuaian antara peruntukan alokasi anggaran yang diusulkan dengan yang disetujui dalam DIPA. Hal ini mengakibatkan perlu dilakukan revisi/perubahan untuk kegiatan juga pendanaan. Permasalahan revisi masih memperhatikan institusi yang berhak melakukan pengesahan usulan revisi (KPA, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Pelaksanaan Anggaran, atau Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan). Selain memperhatikan kewenangan untuk mengesahkan usulan revisi juga harus memperhatikan batasan-batasan yang dapat dilakukan revisi serta periode waktu untuk pengajuan usulan pengesahan revisi.
4. Belum efektifnya pengenaan reward and punishment bagi satuan kerja dan atau Kementerian Negara/Lembaga atas kinerja pelaksanaan anggaran yang dicapai. Pengenaan reward and punishment sudah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Pemberian Penghargaan dan/atau Pengenaan Sanksi Atas Kinerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Berdasarkan PMK dimaksud salah satu bentuk pemberian penghargaan kepada Kementerian Negara/Lembaga berupa insentif. Insentif yang dimaksud dapat berupa tambahan anggaran kegiatan dan/atau bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kondisi pengenaan reward and punishment yang belum jelas/pasti ini mengakibatkan satuan kerja berada pada posisi aman dan nyaman karena capaian kinerja pelaksanaan anggaran yang mereka raih tidak serta merta berbanding lurus dengan pengenaan reward and punishment yang diberikan Menteri Keuangan.
5. Aturan dan ketentuan terkait penilaian IKPA yang terus mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Hal ini mengakibatkan pemahaman para pengelola keuangan pada satuan kerja belum atau bahkan tidak optimal. Pada saat pengelola keuangan sudah menerapkan secara massif pola penyerapan anggaran yang ada pada tahun berjalan, namun pada tahun anggaran berikutnya aturan dan ketentuan yang berlaku mengalami perubahan/penyempurnaan.
Berdasarkan uraian diatas dan memperhatikan kondisi real yang ada saat ini, maka dipandang perlu menganbil beberapa alternatif tindakan dan atau keputusan yang lebih frontal yang tidak popular baik pada satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga maupun pada Kementerian Keuangan selaku pembuat regulasi/aturan terkait nilai/bobot indikator penyerapan anggaran.
Beberapa alternatif tindakan tersebut antara lain:
1. Dipandang perlu untuk dilakukan peninjauan kembali terhadap besaran persentase (%) penyerapan anggaran saat ini, yakni mengkombinasikan besaran persentase penyerapan dengan jenis belanja yang ada. Dengan merujuk pada prinsip lets the manager manages para PA/KPA diberikan ruang yang cukup luas untuk membelanjakan anggaran yang ada pada satuan kerjanya. Aturan/ketentuan cukup mengatur bahwa PA/KPA membelanjakan seluruh anggaran yang ada pada semua jenis belanja (51: 52: 53: 57) dan melaporkan secara periodic (semesteran/(enam bulan, dengan penetapan target Semester I : 60% dan Semester II : 40% dengan tidak membedakan jenis belanja.
2. Dalam rangka meningkatkan kepedulian (awerness) para PA/KPA terhadap indikator penyerapan anggaran khususnya dan kinerja pelaksanaan anggaran umumnya, maka sudah sepantasnya Nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Aanggaran (IKPA) menjadi IKI (Indikator Kinerja Individu) atau Indikator Kinerja Utama (IKU) nya Kementerian Negara/Lembaga. Hal ini dimaksudkan agar Menteri Keuangan sebagai Chief Finacial Officer (CFO) dan Menteri/Pimpinan Lembaga Chief Operational Officer (COO) berada pada frekuensi yang sama dalam mengelola keuangan negara khususnya dalam pelaksanaan anggaran pada masing-masing Kementerian Negara/Lembaga.
3. Pengenaan reward and punishment agar lebih masif diimplementasikan. Bila dipandang perlu Menteri Keuangan dapat mengumumkan pada forum resmi kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang baik dan juga yang jeblok (rapor tahunan kepada Presiden). Hal ini dimaksudkan supaya masyarakat luas dapat memberikan penilaian terhadap kinerja Kementerian Negara/Lembaga yang sudah membelanjakan uang rakyat triliunan rupiah. Saat ini tidak waktunya lagi satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga yang sudah membelanjakan anggaran yang disediakan namun belum optimal dalam pencapaian kinerja anggaran yang ditetapkan.
*Kanwil DJPb Sumut
Discussion about this post