Oleh: Jordan
Waspada.co.id – Salah satu program Nawacita yang dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo adalah membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Program tersebut perlu didukung dengan kebijakan yang melibatkan suara masyarakat dan terpublikasi. Partisipasi publik dalam kebijakan tersebut telah menjadi komitmen Kementerian Keuangan, termasuk Ditjen Perbendaharaan, sebagaimana tercermin dari penyusunan dan pelaksanaan APBN yang transparan, akuntabel dan komunikatif.
Pelaksanaan APBN yang transparan dan akuntabel dijalankan dengan dukungan proses bisnis yang terstandar dan modern. Proses bisnis pada Ditjen Perbendaharaan menggunakan Standard Operating Procedures (SOP) yang berlandaskan pada Standar Manajemen Mutu ISO 9001:2015. Kemudian, SOP tersebut diterjemahkan secara real time dan on-line melalui Integrated Financial Management Information System yang terwujud dalam SPAN, SAKTI, dan MPN. Namun demikian, terdapat pertanyaan, apakah masyarakat memilih ingin mengetahui informasi yang dihasilkan dari proses bisnis tersebut dari akun resmi organisasi Ditjen Perbendaharaan atau dari akun tokoh pemerintahan yang dikenal luas di tengah konvergensi media komunikasi?
Konvergensi Media
Konvergensi telah menjadi keniscayaan dalam industri komunikasi di Indonesia. Hal ini merupakan bagian dari era konvergensi yang berjalan di berbagai belahan dunia. Era konvergensi adalah era, dimana teknologi digital telah mempengaruhi industri komunikasi ke dalam proses pengintegrasian dan konglomerasi media (Jenkins, 2006). Dengan adanya era komputerisasi dan digitalisasi secara global, industri komunikasi di Indonesia dihadapkan pada tantangan penerapan konvergensi agar dapat memenuhi kebutuhan informasi masyarakat.
Konvergensi dalam dunia industri komunikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Wirtz (2001), konvergensi informasi dapat dibentuk melalui tiga faktor yaitu: (1) melalui adanya konsolidasi karena proses akuisisi dan merger antar perusahaan, (2) adalah kombinasi antar teknologi dan platform jaringan, dan (3) dipengaruhi melalui adanya integrasi kebutuhan layanan dengan konsumen. Faktor selanjutnya, menurut Chon et al. (2003) dalam penelitiannya membuktikan bahwa konvergensi media komunikasi antara lain dipengaruhi oleh adanya deregulasi dan digitalisasi informasi.
Mereka menemukan bahwa telah terjadi konvergensi antara industri kabel dengan industri internet menjadi satu industri. Secara rinci, mereka menjelaskan bahwa konsolidasi antara industri kabel dan telepon dipengaruhi oleh proses deregulasi. Sedangkan, konsolidasi industri telepon dengan industri internet dipengaruhi oleh proses digitalisasi.
Proses konvergensi industri komunikasi tidak semata ditentukan oleh faktor teknologi. Proses konvergensi dipengaruhi juga oleh kepentingan politik, industri, dan ekonomi suatu negara. Sebagai contoh, di Indonesia, konvergensi media banyak didorong oleh media yang berpusat di Jakarta dengan afiliasi kepentingan tertentu. Kehadiran media seperti televisi yang didominasi dari Jakarta belum banyak memberikan berita tentang kegiatan dan situasi di daerah. Dengan demikian, konvergensi media berpotensi menimbulkan gap dengan kebutuhan masyarakat, khususnya di daerah.
Positioning Komunikasi Ditjen Perbendaharaan dalam Konvergensi Media
Memahami kondisi tersebut, organisasi Ditjen Perbendaharaan menyampaikan kebijakan pelaksanaan APBN melalui berbagai media on-line resmi. Ditjen Perbendaharaan mengoptimalkan website maupun microwebsite pada kantor vertikal, Instagram, Twitter, YouTube, dan Facebook. Website maupun microwebsite dikembangkan sebagai media yang lebih formal dengan konten yang terstandar serta bagian akses terhadap layanan Kantor Pusat dan Kantor Vertikal Ditjen Perbendaharaan.
Sedangkan, social media digunakan sebagai suatu pendekatan yang lebih interaktif dengan bahasa yang informal dalam pergaulan dan konten yang beragam sesuai dengan isu atau topik yang hangat di internal Ditjen Perbendaharaan dan masyarakat. Semua media ¬on-line tersebut di atas dipakai oleh organisasi Ditjen Perbendaharaan bukan hanya dengan platform internal Kementerian Keuangan, namun juga melibatkan industri komunikasi baik televisi serta koran (nasional dan daerah) sebagai dukungan terhadap konvergensi media yang berkualitas dan dipercaya.
Media Berkualitas sebagai Kebutuhan
Konvergensi media yang berkualitas mempengaruhi keberlangsungan industri komunikasi. Industri komunikasi dituntut untuk dapat melakukan strategi komunikasi yang terintegrasi pada berbagai platform secara beragam. Dengan adanya tuntutan tersebut, konvergensi media tidak dapat menjadi alasan untuk menghasilkan pemberitaan yang kurang berkualitas dari para pelaku industri komunikasi.
Selanjutnya, untuk tetap menjaga competitiveness para pelaku usaha pada industri komunikasi, survival strategy dapat dilakukan melalui loyalitas partisipasi netizen, efektivitas biaya produksi, dan peningkatan pendapatan dari iklan. Dengan konsep tersebut, industri komunikasi di Indonesia dapat menjalankan konvergensi media yang berorientasi bisnis, namun tetap mempertahankan kualitas.
Kualitas informasi yang disediakan oleh industri komunikasi pada era konvergensi menjadi kebutuhan masyarakat. Menurut Adisya (2017) yang dikutip dari laman www.umn.ac.id dengan judul “Memaknai Konvergensi Media di Indonesia”, sejumlah industri komunikasi terkemuka di Indonesia telah mengembangkan proses konvergensi media untuk menghasilkan informasi-informasi yang sesuai dengan kebutuhan pasar di Jakarta dan daerah. Implementasi konvergensi media komunikasi yang terjadi saat ini di Indonesia diwujudkan melalui ekstensifikasi platform informasi. Dengan kata lain, sebuah konten informasi yang dihasilkan oleh media disampaikan kepada masyarakat melalui berbagai sarana yaitu cetak, online, televisi, dan sebagainya.
Melalui platform yang beragam dan berkualitas tersebut, komunikasi dari Ditjen Perbendaharaan masih hadir melalui industri komunikasi. Ditjen Perbendaharaan mengkomunikasikan kepada publik tentang penyerahan DIPA sebelum mengawali tahun anggaran, Alokasi Transfer ke Daerah (termasuk Dana Bagi Hasil), posisi I – Account APBN, sosialiasasi program Ultra Mikro (UMi), dan status Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Namun, komunikasi publik pada industri komunikasi memiliki keterbatasan durasi, frekuensi, coverage, timing publikasi, biaya, dan konten khas masing-masing Kantor Vertikal Ditjen Perbendaharaan di daerah. Untuk memitigasi keterbatasan tersebut, Kantor Pusat dan Kantor Vertikal Ditjen Perbendaharaan semakin intensif menyuarakan output proses bisnisnya kepada publik melalui influence dari social media yang berbasis internet.
Optimalisasi Social Media
Kondisi tersebut berkembang dengan sangat masif setelah munculnya era digitalisasi di Indonesia melalui penggunaan jaringan internet oleh masyarakat. Berdasarkan hasil survei APJII 2018, jumlah pengguna internet mencapai 171,17 juta jiwa (64,8%) dari total populasi penduduk Indonesia yang berjumlah 264,16 juta jiwa. Berdasarkan data tersebut, pengguna internet paling banyak memanfaatkan social media (18,9%) sebagai gaya hidup.
Kondisi tersebut menjadi indikasi bahwa pemanfaatan social media dan citizen journalism di Indonesia telah berkembang di antara media yang formal. Kemudian, internet juga meningkatkan literasi digital untuk memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital.
Perkembangan social media di Indonesia telah mendorong adanya kolaborasi dengan industri komunikasi. Saat ini, industri komunikasi, termasuk televisi dan media online (situs berita) telah berkolaborasi dengan social media sebagai bagian konsep cross-media. Industri komunikasi bersinergi dengan media baru sebagai peluang untuk menghasilkan kualitas pemberitaan melalui pemahaman kebutuhan komunikasi masyarakat. Komunikasi masyarakat yang beragam telah mendukung proses demokratisasi kepada pengguna berita. Dengan demikian, informasi dari industri komunikasi merepresentasikan beragam kepentingan (interests).
Di Indonesia, industri komunikasi telah menggunakan strategi yang mampu memenuhi berbagai kepentingan dan tidak bertentangan dengan ketentuan pemerintah agar bisa bertahan. Salah satu kepentingan yang pernah disuarakan adalah penyampaian seorang Bupati di Indonesia pada tanggal 8 Desember 2022 yang cenderung menyudutkan Kementerian Keuangan terkait Alokasi Transfer ke Daerah, sehingga mendorong komentar dari berbagai pihak.
Namun, dalam penyampaiannya, industri komunikasi telah mengembangkan kode etik yang memberikan ruang jawab dengan fakta dan data yang valid dari Kementerian Keuangan. Dengan demikian, masyarakat Indonesia, termasuk pegawai Ditjen Perbendaharaan sebagai pengguna dari sinergi antara social media dengan industri komunikasi, mendapatkan informasi yang dipercaya atau dipertanggungjawabkan dari konvergensi media di tengah beragam kepentingan.
Next Step untuk Social Media Ditjen Perbendaharaan
Walaupun industri komunikasi terus didorong untuk menghasilkan informasi berkualitas, namun tantangan di social media dapat terlihat dari interaksi pengguna internet di negara-negara OECD. Para netizen tersebut tidak banyak berinteraksi dengan sejumlah akun media sosial pemerintah yang mengangkat suatu isu kebijakan, dibandingkan ketertarikan terhadap figur atau isu tokoh pemerintahan.
Hal ini terkait dengan tuntutan di era keterbukaan bahwa seorang pemimpin publik harus mengedepankan simplisitas, yaitu berkomunikasi langsung dengan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, masyarakat dengan beragam kepentingan pada social media akan menjadi targeted audience yang challenging untuk menerima influence dari pemerintah, termasuk Ditjen Perbendaharaan.
Perbandingan ketertarikan netizen pada social media akun organisasi pemerintahan dengan akun tokoh pemerintahan dapat dilihat dari status Instagram per 19 Desember 2022. Sebagai contoh, followers pada akun Instagram Kemenkeu RI berjumlah 536 ribu netizen. Sedangkan, jumlah followers pada akun Ibu Sri Mulyani Indrawati yang menjabat sebagai Menteri Keuangan RI berjumlah 2,2 juta netizen. Berdasarkan kedua perbandingan tersebut, dapat dilihat secara gamblang bahwa influence seorang tokoh melampaui organisasinya.
Walaupun belum tentu apple to apple, namun netizen lebih memberikan perhatian kepada komentar atau statement yang keluar dari akun Ibu Sri Mulyani Indrawati, baik sebagai individu maupun Menteri Keuangan RI. Artinya, kebijakan fiskal yang disampaikan ke publik dalam akun resmi organisasi Kemenkeu RI akan memiliki kekuatan tambahan atau gaung jika akun Ibu Sri Mulyani Indrawati memberikan endorsement topik atau isu pada Kementerian Keuangan.
Kondisi tersebut dapat menginspirasi peran media sosial Ditjen Perbendaharaan. Ditjen Perbendaharaan dapat mengkapitalisasi kepentingan strategisnya dalam menyuarakan kebijakan pelaksanaan APBN sebagai echo dari Kemenkeu dan Ibu Sri Mulyani Indrawati, sehingga akun Ditjen Perbendaharaan, khususnya kantor vertikal di daerah akan mendapat respon seperti “like” dari Kemenkeu dan Ibu Sri Mulyani Indrawati, serta tambahan followers selain existing stakeholders. Dengan demikian, masyarakat di berbagai daerah akan mendapat informasi simetris terkait kebijakan pelaksanaan APBN baik dari organisasi Kemenkeu, termasuk Ditjen Perbendaharaan, maupun tokoh pemerintahan nasional.
*Penulis adalah Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran I Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Utara
Discussion about this post