Waspada.co.id – Tahun 2022 tampaknya menjadi tahun yang berat untuk institusi Polri. Pasalnya, hanya dalam waktu tiga bulan sejumlah ujian silih berganti datang, dan dampaknya banyak aparat kepolisian yang dicopot dari jabatannya hingga dipecat secara tidak hormat.
Masalah dimulai dari kasus mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, yang bersama sejumlah pihak merekayasa sebuah pembunuhan ajudannya sendiri. Alhasil, dari kasus tersebut, beberapa aparat kepolisian dipecat secara tidak hormat. Mereka yang dipecat atas kasus rekayasa pembunuhan tersebut mulai dari tingkatan Bharada hingga Jenderal.
Tak sampai di situ, pihak kepolisian kembali tersudutkan oleh kasus tragedi kanjuruhan, di mana kurang lebih ada 131 orang yang tewas dalam peristiwa itu. Dampak dari peristiwa ini, Kapolri Listyo Sigit akhirnya mencopot Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat dan Kapolda Jawa Timur Nico Afinta, serta menonaktifkan sejumlah perwira.
Selang beberapa pekan kemudian, Kapolri Listyo Sigit menunjuk Irjen. Pol. Teddy Minahasa Putra (mantan Kapolda Sumatera Barat) menjadi Kapolda Jatim. Namun mirisnya, belum lagi dilantik Teddy Minahasa terkena kasus peredaran narkoba.
Harus diakui, penangkapan terhadap perwira tinggi, apalagi lebih dari satu orang, bukan perkara yang gampang bagi seorang pemimpin Polri. Tentu butuh keberanian dari seorang Kapolri untuk menjebloskan bawahan itu ke dalam tahanan, karena memang diduga telah melakukan pelanggaran, dalam hal ini terkait kasus kriminal berat: pembunuhan dan narkoba.
Penangkapan itu setidaknya akan menimbulkan dua opini terhadap institusi Polri. Pertama, pemimpin Polri memang profesional dan taat hukum sehingga penindakannya tidak tebang pilih. Seorang jenderal pun tidak akan kebal hukum kalau diketahui melanggar. Lalu kedua, hal itu bisa dipersepsikan bahwa institusi Polri memang tempatnya pelanggaran sehingga pejabat setingkat jenderal pun ditangkap.
Mau tidak mau, suka tidak suka penegakkan hukum harus tetap dilakukan meski pelakunya justru para penegak hukum itu sendiri. Penegakkan hukum terhadap dua jenderal bintang dua tersebut, tentunya untuk melindungi citra institusi itu di mata publik.
Baru-baru ini, Lingkaran Survei Indonesia atau LSI Denny JA merilis hasil survei terbaru dengan judul ‘Kasus Ferdy Sambo dan Pemilih Pilpres’. Salah satu rilis dari survei tersebut, kasus Ferdy Sambo membuat kasus kepercayaan pada Polri menurun 13 persen dari 72,1 persen menjadi 59,1 persen. Padahal pada tahun 2018, kepercayaan pada polisi berada pada angka 87,8 persen.
Dengan hasil survei yang dirilis tersebut, maka sudah sepantasnya Polri harus segera berbenah. Pembenahan ini dilakukan agar kepercayaan masyarakat kepada institusi Polri bisa kembali seperti sedia kala.
Harus digarisbawahi jika Polri merupakan sebuah institusi yang menjalankan fungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi masyarakat. Jangan sampai justru rakyat tidak lagi percaya dengan fungsi tersebut. (***)
Discussion about this post