JAKARTA, Waspada.co.id – Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 12 dari 14 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Adapun 12 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
1. Tersangka Willy Putra dari Kejaksaan Negeri Aceh Selatan yang disangka melanggar Pasal 45 Ayat 3 jo. Pasal 27 Ayat 3 Undang Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
2. Tersangka Ari Mahondok dari Kejaksaan Negeri Aceh Singkil yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
3. Tersangka Genali Gayo dari Kejaksaan Negeri Aceh Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat 1 KUHP jo. Pasal 76 C jo. Pasal 80 Ayat 1 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
4. Tersangka Filai Doni dari Kejaksaan Negeri Aceh Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat 1 KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 76 C jo. Pasal 80 Ayat 1 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
5. Tersangka Valentria Januari dari Kejaksaan Negeri Aceh Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat 1 KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Hasfi Andika dari Kejaksaan Negeri Aceh Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat 1 KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Ali bin Saleh Kejaksaan Negeri Mamuju yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat 1 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
8. Tersangka Defriyanto dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
9. Tersangka Asrul Sani dari Kejaksaan Negeri Ambon yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat 1 jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
10. Tersangka Harwanto dari Kejaksaan Negeri Konawe Selatan yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat 1 jo. Pasal 5 huruf a Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2004 atau Pasal 44 Ayat 4 jo. Pasal 5 huruf a Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
11. Tersangka La Amura dari Kejaksaan Negeri Buton yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat 1 KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka Muh Fajri dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat 1 jo. Pasal 76 C Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat 1 KUHP tentang Penganiayaan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana, menuturkan alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restorativ Justice (RJ)ini diberikan karena telah perdamaian, belum pernah dihukum, ancaman pidana di bawah 5 tahun, dan tersangka dengan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Sementara berkas perkara atas nama 2 orang Tersangka yang permohonannya tidak dikabulkan yaitu:
1. Tersangka Aswar dari Kejaksaan Negeri Mamuju yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat 1 ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
2. Tersangka Agung dkk dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat 1 ke-4 dan ke-5 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
“Tdak dikabulkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” kata Ketut
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.(wol/ryan/d1)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post