PANGURURAN, Waspada.co.id – Mengedukasi masyarakat umum khususnya kawula muda batak menjadi sangat penting dilakukan. Harapannya, budaya tidak lagi tergerus modernisasi zaman, sehingga setiap anak muda mampu mengikuti perkembangan zaman dengan memiliki pondasi dan identitas yang kuat.
Hal ini menjadi topik yang dibahas dalam kegiatab talk show budaya pada Pesta Budaya yang dilaksanakan oleh Komunitas Tondi Harmony. Acara itu telah mempertemukan pelaku dan pemerhati Budaya Batak untuk berdiskusi tentang keberagaman dan pentingnya seseorang mengenal budayanya, khususnya kaum muda.
Acara berlangsung di Huta Raja, Desa Lumban Suhi Toruan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Jumat (26/8).
Seorang pegiat Budaya Batak Toba asal Samosir Charles Malau menjadi narasumber, mengatakan bahwa dirinya membawa materi investasi budaya. “Tak banyak pemuda yang mau mempelajari budaya, sebab pikirnya itu tidak menjadi sumber kehidupan,” sebut Charles
Menurutnya, jika seseorang banyak tahu tentang budaya, maka peluang usaha pun dapat menjamin kesejahteraan. “Misal, ketika kita belajar gorga (ukiran batak), ternyata panggorga itu dibayar mahal. Lantas, jika seseorang mau belajar gorga maka gorga itu sudah tidak hilang, dan juga dapat menghidupinya,” ucapnya.
Charles menyebut, jangan pernah ragu untuk belajar tentang budaya. “Sebab berinvestasi di budaya sesungguhnya menjanjikan juga,” katanya.
Bos Funkgora Production ini sangat mengapresiasi atas terselenggaranya pesta budaya tersebut. “Jadi, kita bisa belajar dari Tondi Harmony, kenapa mereka bisa dapat bantuan, sementara komunitas lain tidak. Selain itu komunitas lain membuat kegiatan, serta berpotensi ciptakan kolaborasi,” ujar Charles.

Dirinya berharap, acara ini dapat meyakinkan pihak pemerintah bahwa dengan penggunaan dana yang minim, komunitas dapat membuat kegiatan yang besar. “Kerinduan komunitas pelaku seni, budaya dan pariwisata, boleh duduk bersama dan difasilitasi oleh Pemerintah kabupaten Samosir,” cetusnya.
Pembicara lainnya yang juga merupakan pegiat budaya, Ria Gurning, menyebutkan bahwa budaya adalah kegembiraan yang perlu dilestarikan dan dicintai. “Maka diperlukan edukasi dari sekolah yang bersinergi dengan pemerintah,” ujarnya.
Dirinya berharap agar pesta budaya ini dapat berlangsung hingga tahun-tahun berikutnya. “Pemerintah juga harus dapat bersinergI dengan acara seperti ini,” tambahnya.
Ria mengaku kecewa kepada pihak Pemkab Samosir atas kurangnya apresiasi kepada komunitas yang membuat acara tersebut. “Semoga ini berkelanjutan dan awal yang baik ke depannya,” harap Ria.
Ia juga mengajak seluruh pihak untuk mengangkat kembali olahraga yang sudah tertinggal selama ini. “Itu bisa mengundang wisatawan, dan juga bisa menambah perkapita yang ada di desa,” pungkasnya.
Sepwan Sinaga dalam materinya sebagai narasumber menyampaikan, bahwa ada 900-an lebih jenis ulos dan banyak sekali yang tidak ditenun hari ini. Ia menjelaskan dengan detail tentang bagaimana sebuah kain tenun dapat dikatakan sebagai ulos.
“Jangan malu menggunakan ulos dan ikut berperan serta dalam melestarikan ulos dengan dimulai dari sendiri,” ujar Sepwan.

Kepala Desa Lumban Suhi-Suhi Toruan Raja Simarmata selaku tuan rumah mengatakan, bahwa Kegiatan ini perlu diapresiasi dan diberi dukungan. “Pariwisata Samosir, selain alam dapat mengandalkan budaya. Apalagi acara ini dilaksanakan di Kampung Ulos Huta Raja Pardamean Desa Lumban Suhi-Suhi Toruan,” ujar Raja.
Menurutnya, kegiatan pesta budaya ini harus dilaksanakan berkelanjutan. “Di tahun depan semoga acaranya lebih besar, lebih meriah dan lebih berdampak pada masyarakat dan kemajuan wisata,” harapnya
Raja mengatakan, acara pesta budaya ini juga sebagai edukasi kepada generasi muda, untuk lebih mengenal budayanya. Tidak harus menjadi budayawan, agar generasi muda kenalkan budayanya dan kenal identitasnya untuk menjadi bagian pelestari budaya. “Budaya itu akan hidup di setiap zaman,” pungkasnya. (wol/ward/d1)
Editor: FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post