MEDAN, Waspada.co.id – Rapat kreditur lanjutan PT Medan Plaza Centre (MPC) dalam perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), kembali dilangsungkan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Klas I-A Khusus Medan.
Dalam rapat kreditur itu, hakim pengawas Abdul Kadir, membacakan daftar piutang tetap, dilanjutkan dengan penetapan jumlah suara. Namun saat Irfan Surya Harahap SH CLA CMLC selaku Tim Pengurus menanyakan proposal perdamaian, debitur melalui kuasanya, Ahmad Zaini SH kembali menyatakan mereka tidak mengajukan.
“Jawaban ini sudah kita duga. Dari kemarin sudah kita prediksi. Maka berdasarkan regulasi yang ada, karena debitur tidak mengajukan proposal perdamaian, maka secara otomatis akan dinyatakan pailit. Yah, skenario ini sudah kelihatan dari kemarin. Bahkan sudah terlihat dari awal mulai didaftarkan,” kata Jonson menyayangkan sikap para pihak dalam rapat tersebut.
Kuasa Hukum ahli waris Djaja Tjandra, Jonson David Sibarani SH, mengatakan kalau rapat kreditur kali ini unik.
“Kalau biasanya, debitur itu akan berusaha agar dirinya tidak pailit. Apalagi dalam perkara ini, PT MPC itu memiliki aset senilai Rp300 miliar. Sedangkan utangnya hanya Rp30 miliar. Kok langsung menyerah untuk dinyatakan pailit,” katanya, Kamis (25/8).
Dikatakan alumni Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen itu, sangat mengherankan PT Medan Plaza Centre (MPC) menyerah di batas 45 hari pertama pasca perusahaan ini diajukan PKPU oleh Fansisca Ng, istri dari Arifin Tjandra, salah seorang pemegang saham.
“Sama-sama kita dengar tadi, bagaimana manajemen PT MPC terkesan menyerah begitu saja. Tanpa berusaha maksimal dalam menyelesaikan utang-utangnya kepada para kreditur. Dan kita dengar juga tadi bersama-sama, permohonan kuasa hukum dari Sri Taslim, selaku pemegang saham sama sekali diabaikan. Semakin nampak ada skenario dalam perkara ini,” ketusnya.
Secara terpisah kuasa hukum dari Lily Tan, Marlinda, Suharto dan Sudirman, selaku ahli waris Djaja Tjandra itu mengatakan, pihaknya sudah menyurati Ketua PN Medan, majelis hakim pemutus dan hakim pengawas agar pengadilan berhati-hati dalam mengambil langkah dalam proses PKPU PT MPC ini.
“Demi keadilan, hukum itu jangan kaku. Kami sudah sampaikan bahwa dalam perkara ini ada hak sejumlah orang yang mau diabaikan. Khususnya hak dari para klien saya selaku ahli waris dari Djaja Tjandra sesuai putusan Kasasi nomor 404 K/PDT/2022,” katanya.
Sementara itu, Marudut Simanjuntak SH MH, selaku kuasa hukum dari Sri Taslim mengatakan, kalau bicara soal proposal perdamaian dari debitur, maka ruhnya itu ada di tangan direktur dan komisaris.
“Kalau direktur tidak mampu, maka ajukan ke komisaris. Kalau komisaris tidak mampu, bisa ajukan ke pemegang saham. Sudah maksimalkah debitur ini untuk mengajukan proposal perdamaian? Sudah maksimalkah direktur mengundang para pemegang saham untuk dilakukan RUPS,” ucapnya.
Pihak debitur yang diwakili Ahmad Zaini SH mengatakan, pihaknya mengaku menyesal, namun mereka tidak terima dikatakan tidak maksimal.
“Sebenarnya kalau dibilang menyesal, ya kita menyesal. Tapi kalau dibilang tidak maksimal, dimana tidak maksimalnya? Kita tidak punya kepastian bagaimana untuk membayar utang-utang ini. Tidak ada satu pun masukan dari pemegang saham. Intinya, kita tidak bersedia perpanjangan waktu,” ungkapnya. (wol/ryan/d1)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post