SERGAI, Waspada.co.id – Meski hanya dihadiri 16 anggota dewan, Sidang Paripurna DPRD Serdangbedagai (Sergai) tetap digelar untuk membahas pokok pikiran tentang rencana kerja pemerintah daerah 2023 dan susunan organisasi dan tata kerja (SOTK), Selasa (21/12).
Pelaksanaan sidang yang dihadiri 16 anggota dewan tidak mencukupi kuorum dari jumlah 45 anggota dewan tetap terlaksakan, meskipun waktu sempat molor hingga dua jam dari waktu yang telah ditentukan.
Wakil ketua DPRD Sergai, Merlin Barus dari partai PDI Perjuangan memimpin paripurna tetap mengambil keputusan perubahan SOTK dan pendapat DPRD tersebut.
Bahkan, Wakil Ketua DPRD Sergai lainnya dari Fraksi Nasdem, Siswanto membolehkan absen di masa pandemi covid-19.
Sementara itu, Sekretaris Dewan Suprin yang ditanya mengenai kehadiran para anggota dewan. Dirinya hanya melaporkan berdasarkan absen yang ada padanya. “Dalam absen, kehadiran para anggota dewan ada 30 orang yang menandatangani,” katanya
Ditanya mengenai aturan yang mengatur tentang ketidakhadiran bisa mengambil persetujuan, sehingga bisa disahkan Perda SOTK. Suprin bisa memberikan data yang dimaksud.
Menanggapi hal itu, Pengamat Politik, Faisal Riza, MA merupakan Dosen UIN Medan mengaku, fenomena itu adalah sebuah pelanggaran terhadap mekanisme persidangan, karena secara etis tidak mencerminkan wakil rakyat yang mewakili rakyatnya. Seharusnya, anggota dewan belajar tentang mekanisme persidangan, belajarlah tentang tata tertib persidangan.
“Semua anggota DPRD kan punya partai, seharusnya partainya tidak dapat melepas tanggung jawab. Karena, bagaimana pengkaderan yang baik oleh partai, harus ada evaluasi terhadap para kader yang menjadi anggota legislatif, bila perlu diberi sanksi. Karena, keputusan mereka menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujar Riza.
Selain problem etis, mereka (anggota dewan) secara internal tidak mampu menjalankan fungsi pengawasan terhadap anggaran.Sebab, SDM mereka rendah, jadi melemahkan posisi mereka. Akibatnya, mereka tidak perduli dengan keputusan yang menyangkut hidup rakyat.
“Bila tidak sesuai tatib, bisa saja diajukan semacam class action. Gugatan bisa dilakukan warga terhadap pelanggaran tatib tersebut,” tandasnya. (wol/rzk/data3)
editor : FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post